Peninggalan Kerajaan Demak

Diposting pada

SeputarIlmu.Com – Hallo para pencari ilmu,jumpa kembali dalam artikel di seputarilmu.com. Kali ini akan membahas mengenai Kerajaan Demak. Ada yang sudah mengenal atau pernah mendengar mengenai Kerajaan Demak? Oke, mari simak penjelasan secara lengkapnya dibawah ini ya.

Kerajaan Demak : Sejarah, Kehidupan, Raja dan Peninggalannya Terlengkap


Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan salah satu kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berada di daerah pesisir utara Jawa Tengah. Pada waktu itu, Kerajaan Demak juga merupakan kesultanan peralihan dari corak hindu Budha ke Islam.

Pada abad ke 15 Masehi, Kerajaan Majapahit yang merupakan suatu kerajaan nasional Indonesia ketika itu mengalami kemunduran. Sementara pengaruh agama Islam yang telah berkembang pesat di berbagai kota yang letak Kerajaan Demak yang berada yaitu di wilayah pesisir, khususnya pada bagian utara Pulau Jawa. Kerajaan Demak juga didirikan oleh Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar al Falah.

Penyebaran ajaran Islam di Pulau Jawa ini yang diprakarsai pada masa kekuasaan Demak dilakukan oleh sembilan orang wali yang lebih dikenal juga dengan sebutan Wali Sanga.

Para wali ini dikirimkan ke daerah-daerah yang masih berada dalam sisa kekuasaan kerajaan Hindu dan Budha di tanah Jawa. Tugas mereka ialah untuk dapat mengislamkan Pulau Jawa dan menjadikan daerah tersebut masuk ke dalam wilayah Demak.

Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah ini dapat mengalami puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, putra Raden Patah, dan berakhir juga pada masa kekuasaan Arya Penangsang.

Masa kejayaan ini ditandai dengan perebutan Sunda Kelapa dari tangan Portugis, sedangkan masa keterpurukan juga dimulai dengan adanya perebutan kekuasaan dan pemberontakan.


Sejarah Kerajaan Demak

Demak sebagai salah satu kerajaan merdeka didirikan oleh Jin Bun atau Raden Fatah beserta Wali Songo pada tahun 1475 Masehi, pada tahun ini juga Demak memproklamirkan merdeka dari kekuasaan Majapahit.

Sebelum tahun 1475 Demak yang merupakan Keadipatian bawahan Majapahit, yang dikepalai oleh seorang Adipati dan Sekertarisnya (Pecut Tandha).

Demak pada mulanya merupakan suatu daerah dengan rawa-rawa yang berlumpur, sebab itulah daerah ini dinamakan Demak atau Demek, sebab memang kata tersebut dalam bahasa Jawa yang bermaksud daerah yang berlumpur.

Proklamasi Demak yaitu sebagai sebuah kerajaan yang merdeka dari Majapahit dipercaya timbul akibat ketidak becusan Majapahit dalam mengurusi daerah bawahannya.

Pejabat-pejabat tinggi di kerajaan Majapahit cenderung korup, sementara Raja dan keluarganya saling berebut tahta, sehingga rakyat kemudian menjadi terabaikan dan nestapa.

Pada saat kedaan yang sangat kacau seperti itulah Demak kemudian memisahkan diri dari Majapahit dengan membentuk Kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.

Sebelum menjadi sebuah kerajaan yang besar, Kerajaan Demak awalnya hanya terdiri dari daerah Glogoh atau Bintoro yang dimana masih menjadi suatu bagian dari wilayah Kerajaan Majapahit. Namun setelah Kerajaan Majapahit gugur, Kerjaan Demak mulai berani untuk dapat menampakan eksistensinya.

Tak butuh waktu lama bagi kerajaan ini untuk bisa menjadi kota besar sekaligus pusat perdagangan berkat adanya campur tangan dari Wali Songo Kerajaan Demak sehingga juga bisa menjadi pusat penyebaran Agama Islam di Wilayah Jawa dan Nusantara Wilayah Timur.

Berdirinya Kerajaan Demak juga ditandai dengan adanya condro sengkolo “Sirno Ilang Kertaning Bumi”. Sinangkelan Kerajaan Demak yaitu “Geni Mati Siniram Janmi” yang memiliki arti pada tahun soko 1403 atau 1481 M.

Menurut cerita rakyat, pada saat berkunjung ke wilayah Glagah Wangi orang pertama yang dijumpai oleh Raden Fatah adalah Nyai Lembah. Nyai Lembah ini juga berasal dari Rawa pening.

Atas sebuah saran yang diberikan oleh Nyai Lembah ini, Raden Fatah bermukim di desa Glagah wangi yang saat ini lebih dikenal juga dengan nama “Bintoro Demak”. Pada perkembangannya, bintoro Demak inilah yang menjadi ibu kota pada Negara Kerajaan Demak.

Adapun asal usul Kota Demak ada beberapa pendapat yang menyatakan diantaranya :

  • Menurut Prof. Purbotjaroko, Demak ini berasal dari kata Delemak. Yang artinya suatu tanah yang mengandung air ( rawa)
  • Menurut Prof. R.M. Sutjipto Wiryosuparto, Demak ini berasal dari bahasa kawi yang artinya pegangan atau juga pemberian.
  • Menurut Sholichin Salam dalam bukunya yang berjudul “sekitar walisongo “ menyatakan bahwa prof. Dr.Hamka juga berpendapat bahwa Kota Demak adalah berasal dari bahasa arab “ Dimak” yg artinya air mata yang menggambarkan kesulitan dalam menegakkan Agama Islam pada waktu itu.

Lokasi Kerajaan Demak

Secara geografis Kerajaan Demak ini merupakan salah satu bagian dari wilayah Jawa tengah. Pada awalnya Kerajaan Demak ini merupakan suatu daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang bernama Bintoro. Atas bantuan bupati Pesisir Jawa Tengah dan Jawa timur Kerajaan Demak menjadi berdiri.

Hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh IAIN Walisongo atau yang sekarang menjadi UIN Walisongo semarang Jawa Tengah pada tahun 1974 M tentang berbagai bahan-bahan sejarah Islam di Jawa Tengah bagian utara.

Pendirian masjid Demak ini bersama para Walisongo merupakan lambang Kesultanan Demak. Adapun tempat kediaman Raden Patah yakni bukan berupa istana yang megah, tetapi sebuah rumah biasa yang letaknya diperkirakan sekitar stasiun Kereta Api sekarang, tempat itu juga dinamakan “Rowobatok .”

Beberapa pendapat mengenai letak Kesultanan Demak yaitu sebagai berikut ini :

  1. Bahwa bekas sebuah kesultanan Demak itu tidak ada. Dengan keterangan bahwa Raden Patah sudah mulai menyebarkan agama Islam di Demak adalah semata-mata untuk sebuah kepentingan agama Islam.
  2. Bahwa pada umumnya letak masjid ini tidak terlalu jauh dari istana. Diperkirakan letak Keraton Demak juga berada ditempat yang sekarang didirikan Lembaga Pemasyarakatan (sebelah timur alun-alun). Dengan alasan bahwa pada zaman kolonial ada sebuah unsur kesengajaan menghilangkan bekas kraton.
  3. Bahwa letak keraton yang berhadap-hadapan dengan Masjid Agung Demak, menyebrangi sungai yang dengan ditandai oleh adanya dua pohon pinang. Kedua pohon pinang tersebut juga masih ada dan diantara kedua pohon itu terdapat makam Kyai Gunduk. Menurut suatu kepercayaan masyarakat setempat, yang ditanam itu sesungguhnya berupa tombak (pusaka).

Pendapat ini juga didasarkan atas adanya nama-nama perkampungan yang mempunyai latar belakang historis. Seperti nama pada Sitihingkil (Setinggil), Betengan, Pungkuran, Sampangan dan Jogoloyo.


Raja Raja Kerajaan Demak

  • Masa Pemerintahan Raden Patah

Raden Patah juga mendapat gelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Demak menjadi kerajaan yang besar dan pusat penyebaran Agama Islam.

Selama kurang lebih 18 tahun yakni sejak 1500 hingga 1518 Raden Patah pun menjabat. Beliau juga sudah membangun Masjid Agung Demak serta Alun-alun di tengah Kota Demak.

Kedudukan Kerajaan Demak dalam pusat penyebaran agama Islam ini semakin baik setelah jatuhnya Malaka ke Portugis.

Namun kekuasaan Portugis menjadi sebuah ancaman tersendiri bagi Kerajaan Demak. Maka dari itu Raden Patah mengutus Pati Unus untuk dapat merebut Malaka.

Mereka mendapat sebuah bantuan dari Aceh dan Palembang namun tetap saja gagal. Kelengkapan persenjataan menjadi suatu alasan utama kenapa misi Pati Unus gagal.


  • Masa Pemerintahan Pati Unus

Pati Unus juga memerintah Kerajaan Demak dalam sekejap. Hanya 3 tahun saja sejak tahun 1518 hingga 1521. Meskipun begitu Pati Unus juga mampu memberikan gertakan kepada Portugis. Anak dari Raden Patah ini akan menggantikan ayahnya setelah ayahnya wafat.

Beliau mendapat gelar seorang Pangeran Sebrang Lor karena gagah berani melawan Portugis demi merebut Malaka. Meskipun gagal Pati Unus juga pernah mengirim Katir untuk melakukan blokade kepada Portugis. Karenanya Portugis sampai kekurangan suatu bahan makanan.


  • Masa Pemerintahan Sultan Trenggana

Pemerintahan Sultan Trenggana ini merupakan yang paling lama. Setelah 25 tahun memerintah dan barulah beliau wafat. Beliau mulai memerintah sejak sekitar tahun 1521 hingga 1546 M.

Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana Kerajaan Demak ini mengalami kejayaan. Karakter beliau yang bijaksana dan gagah berani juga mampu membuat rakyat patuh padanya.

Wilayah kekuasaan juga diperlebar dari wilayah Jawa Timur menuju Jawa Barat. Tahun 1522 Sultan Trenggana mengirim sebuah pasukannya menuju Sunda Kelapa untuk mengalahkan Portugis di bawah pimpinan Fatahillah.

Pada tahun 1527 barulah Sunda Kelapa ini bisa direbut oleh Kerajaan Demak. Maka sejak saat itu dinamakan Jayakarta sebagai maknanya kemenangan yang sempurna.

Sultan Trenggana juga memiliki cita-cita menyatukan Pulau Jawa di bawah Kerajaan Demak. Beberapa langkah ia lakukan antara lain dapat menyerang daerah Pasuruan, menyerang Jawa Barat dan juga mengadakan perkawinan politik.

Menyerang Pasuruan yakni suatu Kerajaan Hindu Supit Urang namun gagal karena Sultan Trenggana meninggal dunia. Setelah itu menyerang Jawa Barat yakni daerah Banten, Sunda Kelapa serta Cirebon.

Penyerangan ini juga di bawah pimpinan Fatahillah. Ketiganya dapat berhasil ditaklukkan oleh Fatahillah. Mengadakan perkawinan politik juga dapat dilakukan Sultan Trenggana.

Pangeran Hadiri adipati Jepara juga dinikahkan dengan putrinya. Fatahillah pun dengan adiknya. Pangeran Pasarehan (Raja Cirebon) yakni dengan putrinya. Serta Jaka Tingir adipati Pajang ialah dengan putrinya.


  • Sunan Prawata

Suksesi pergantian sebuah kepemimpinan Demak diwarnai sengketa antara Pangeran Surowito dengan Raden Mukmin. Persengketaan yang berakhir dengan terbunuhnya Pangeran Surowito selepas pulang dari masjid usai menunaikan shalat Jumat pada tahun 1546 Masehi.

Tampuk kekuasaan pun jatuh pada Raden Mukmin yang setelah naik tahta mendapat gelar Sunan Prawata. Masa pemerintahannya juga hanya berlangsung selama satu tahun dan berakhir karena dibunuh oleh Arya Penangsang yang membalas dendam atas kematian ayahnya.


  • Arya Penangsang

Setelah membunuh Sunan Prawata, Arya Penangsang juga menduduki tahta raja dan memerintah selama tujuh tahun. Masa kepemimpinan Arya Penangsang dipenuhi dengan rasa ketidakpercayaan dari pemimpin daerah-daerah kekuasaan Demak. Hingga pada akhirnya Arya Penangsang terbunuh pada 1554 Masehi dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Adipati Pajang, Joko Tingkir.


Masa Kejayaan Kerajaan Demak

Setelah kematian yang tidak terduga dan syahidnya Raja Demak II yaitu Pati Unus. Kerajaan Demak ini akhirnya memutuskan mengangkat adik dari Pati Unus yang juga anak dari raja Demak I yaitu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono menjabat dari tahun 1521 – 1546M.

Dibawah kekuasaan Sultan Trenggono, sebuah kekuasaan Kerajaan Demak menjadi hebat. Sultan Trenggano juga berhasil menguasai Sunda Kelapa setelah merebutnya dari Kerajaan Padjajaran.

Raja Demak ini juga berhasil menghalau para pasukan Portugis pada tahun 1527. Pada tahun yang sama juga berhasil menguasai Tuban, Surabaya dan Pasuruan. Pada tahun 1529 Raja Demak ini meluaskan kekuasaan dengan menaklukkan Madiun. Tahun 1545 dapat menguasai Malang dan Blambangan.

Pada tahun 1546, Sultan Trenggono akhirnya meninggal saat penaklukkan di Panarukan. Sultan Trenggono juga memanggil para panglima perang untuk membahas taktik.

Pada saat itu pasukan Sultan Trenggono ini sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan tetapi belum berhasil merebut kota. Saat itu pula putra Bupati Surabaya yang berusia 10 tahun ikut dalam rapat.

Saat itu Sultan Trenggono tidak terlalu diperhatikan oleh anak-anaknya tersebut. Sultan Trenggono pun menjadi marah dan memukulnya. Secara refleks anak tersebut mengambil sebuah pisau dan menikam Sultan Trenggono.

Sepeninggal Sultan Trenggono, Kerajaan Demak juga diperintah oleh Raden Mukmin. Raden Mukmin dalam memerintah tidak terlalu begitu memiliki keahlian politik. Bahkan cenderung sebagai ahli agama saja.

Oleh karena itu Banten, Cirebon, Surabaya dan juga Gresik lepas dari Kerajaan Demak dan membangun sebuah kerajaan sendiri. Raden Mukmin ini memiliki ambisi meluaskan kekuasaan ayahnya tapi sangat sulit karena pengetahuan politiknya yang kurang.

Sehingga pada saat itu pusat kerajaan dipindahkan ke wilayah Prawata. Makanya beliau lebih dikenal juga dengan sebutan Sunan Prawoto. Dipindahkannya pusat pemerintahan ini maka mulailah masa kerajaan Demak Prawata.


Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Kerajaan Demak ini berdiri kira-kira pada tahun 1478. Hal itu didasarkan pada saat jatuhnya kerajaan Majapahit yang diperintah oleh Prabu Kertabumi (Brawijaya V) dengan ditandai candrasengkala, sirna ilang kertaning bumi (artinya pada tahun 1400 Saka atau pada tahun 1478 Masehi).

Para wali kemudian sepakat untuk bisa menobatkan Raden Patah menjadi raja di Kerajaan Demak yaitu dengan gelar Senapati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Untuk sebuah jabatan patih diangkat Ki Wanapala dengan gelar Mangkurat.

Kerajaan Demak juga berkembang menjadi kerajaan yang besar, di bawah kepemimpinan Raden Patah (1481-1518). Negeri-negeri di pantai utara Jawa juga ada yang sudah menganut Islam mengakui kedaulatan Demak.

Bahkan Kekuasaan Demak ini meluas ke Sukadana (Kalimantan Selatan), Palembang, dan Jambi. Pada tahun 1512 dan 1513 ini di bawah pimpinan putranya yang bernama Adipati Unus, kerajaan Demak dengan kekuatan 90 buah jung dan 12.000 tentara telah berusaha membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis dan menguasai perdagangan di Selat Malaka.

Karena pernah menyerang ke Malaka Adipati Unus diberi gelar sebagai Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyeberang ke utara). Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518 M, Kerajaan Demak ini dipimpin oleh Adipati Unus (1518-1521).

Ia menjadi Sultan Demak yang menjabat selama tiga tahun. Kemudian ia digantikan juga oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggana (1521- 1546) melalui perebutan sebuah takhta dengan Pangeran Sekar Sedo Lepen. Untuk bisa memperluas daerah kekuasaannya, Sultan Trenggana menikahkan putra-putrinya, antara lain yang dinikahkan dengan Pangeran Hadiri dari Kalinyamat (Jepara) dan Pangeran Adiwijaya dari Pajang.

Sultan Trenggana juga berhasil meluaskan kekuasaannya ke daerah pedalaman. Ia juga berhasil menaklukkan Daha (Kediri), Madiun, dan Pasuruan. Pada saat melancarkan sebuah ekspedisi melawan Panarukan, Sultan Trenggana terbunuh.

Pada masa Sultan Trenggana ini wilayah kekuasaan Kerajaan Demak pun sangat luas meliputi Banten, Jayakarta, Cirebon (Jawa Barat), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.

Wafatnya Sultan Trenggana (tahun 1546) menyebabkan suatu kemunduran Kerajaan Demak. Terjadi perebutan sebuah kekuasaan antara Pangeran Prawato (putra Sultan Trenggana) dengan Aria Panangsang (keturunan Sekar Sedo Lepen (adik Sultan Trenggana)).

Dalam sebuah perebutan kekuasaan itu, Aria Panangsang membunuh seorang Pangeran Prawoto dan putranya, Pangeran Hadiri. Ratu Kalinyamat dan Aria Pangiri juga memohon bantuan kepada Adiwijaya di Pajang.

Dalam pertempuran itu, Adiwijaya telah berhasil membunuh Aria Panangsang. Setelah itu, Adiwijaya akan memindahkan ibu kota Kerajaan Demak ke Pajang pada tahun 1568. Peristiwa terjadinya ini menjadi akhir dari Kerajaan Demak.


Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak

Selain sebagai kerajaan maritim, Kesultanan Demak ini juga merupakan pusat penghasil bumi yang diangkut dari berbagai daerah pedalaman jawa Tengah.

Kerajaan Demak memiliki peran sebagai sebuah penghubung antara daerah penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur, seperti di Maluku dengan tempat pemasaran di Indonesia bagian barat atau di Selat Malaka.

Kerajaan Demak juga dikenal sebagai sebuah kerajaan yang mengekspor beras. Hasil utama Kerajaan Demak yaitu seperti beras, kelapa, palawija, dan gula.


Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Demak

Masyarakat Demak hidup dalam suatu aturan ajaran dan hukum Islam, terlebih karena kegiatan Wali Sanga didukung oleh kerajaan. Para Wali Sanga mengajarkan agama Islam dengan metode akulturasi dengan kebudayaan Hindu dan Budha yang sebelumnya dianut, supaya masyarakat merasa tertarik dan mau juga memeluk agama Islam.

Tradisi pada ajaran Wali Sanga yang masih tersisa adalah Sekaten, yang pertama kali ini digagas oleh Sunan Kalijaga. Kegiatan ini juga masih diselenggarakan hingga sekarang, terutama di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta di mana kebudayaan keraton pun masih dilestarikan.

Adapun warisan lain yang masih dapat kita dijumpai pada masa sekarang yaitu Masjid Agung Demak yang sudah ada sejak masa Kerajaan Demak dahulu. Bangunan masjid ini dipenuhi dengan ukiran kaligrafi. Keunikan lain dari masjid ini adalah pada tiangnya yang berasal dari sisa patahan-patahan kayu yang disatukan.


Masa Keruntuhan Kerajaan Demak

Sewafat Trenggono, di Demak timbul sebuah kekacauan. Aria Penangsang yakni bupati Jipang mengadakan perebutan sebuah kekuasaan di Demak dan berhasil menyingkirkan lawan-lawan politiknya.

Ia menganggap dirinya adalah sebagai pewaris-syah takhta Demak karena misalakan ayahnya kakak Sultan Trenggono ini tidak dibunuh oleh Prawoto, ia pasti menjadi raja Demak yang menggantikan ayahnya.

Selanjutnya kendali pemerntahan Demak juga berada ditangan Aria Penangsang untuk masa yang agak lama (kira-kira 22 tahun). Peranan dan kedudukan kerajaan Demak digantikan oleh Jipang.

Dalam masa itu juga para ningrat Demak yang dipimpin oleh Ratu Kali Nyamat terus menerus menentang Aria Penangsang. Mereka akan menyusun kekuatan guna menggulingkan.

Karena terbukti tidak cukup kuat untuk menghadapi Penangsang, mereka minta bantuan kepada Adiwijoyo, yakni bupati Pengging. Hal tersebut berarti kekuatan daerah pesisir yang dihadapkan pada kekuatan daerah pedalaman.

Berkat supplay beras yang sangat melimpah dan berkat pasukan tani yang dijiwai oleh dharma bhakti kepada raja. Pasukan pengging telah berhasil menjatuhkan benteng Jipang.

Aria Penangsang itu sendiri dapat ditewaskan dalam suatu pertempuran. Dengan demikian Adiwijoyo keluar sebagai tokoh yang terkuat dan sebagai pewaris takhta mertuanya.

Olehnya Pusat Pemerintahan Demak pun dipindahkan ke Pajang (pada tahun 1 568). Sedangkan kerajaan Demak ini diberikan kepada Aria Pangiri dengan jabatan bupati yang telah mengakui di bawah kekuasaan Pajang.


Peninggalan Kerajaan Demak

1. Masjid Agung Demak

Terletak di wilayah Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah, Masjid Agung Demak juga menjadi salah satu peninggalan yang sangat memiliki historis, yang bernilai filosofis dan menjadi simbol keislaman warga Demak. Didirikan oleh Walisongo pada tahun 1479, masjid ini juga telah mengalami pemugaran berkali-kali.

Masjid ini juga menjadi salah satu bukti sejarah paling autentik mengenai Kerajaan Demak yang tumbuh menjadi kerajaan yang menjadi pusat penyebaran umat Islam di Jawa. Nilai filosofi dan juga arsitektur dari sebuah masjid ini sangatlah memukau.


2. Soko Tatal Atau Soko Guru

Soko Guru merupakan sebuah tiang yang memiliki diameter 1 meter yang berguna sebagai tiang penyangga. Digunakan sebagai tiang penyangga pada Masjid Agung Demak yang jumlahnya empat buah. Menurut cerita Soko Guru merupakan tiang buatan Sunan Kalijaga sendiri.

Pada saat pendirian sebuah Masjid Agung Demak Soko Guru masih jadi 3 buah saja. Maka untuk dapat mengejar ketertinggalan kurangnya 1 Soko Guru dibuatlah Soko dari Tatal.

Beliau juga menyambungkan sisa-sisa ketiga soko sebelumnya dengan kekuatan spiritual beliau. Dan jadilah Soko Guru yang berasal dari sebuah tatal.


3. Situs Kolam Wudlu Masjid Demak

Dulunya kolam wudlu dijadikan sebagai tempat berwudlu para musafir dan juga para santri ketika datang waktu sholat. Namanya juga kolam karena tidak seperti bentuk tempat wudlu zaman sekarang.

Namun sekarang fungsi dari kolam wudlu itu sudah tidak seperti dulu. Sekarang kolam wudlu tidak digunakan lagi dan hanya dapat dijadikan sebagai peninggalan.

Nilai filosofis dari sebuah kolam wudlu ini juga sangat tinggi.  Anda bisa melihat situs kolam wudlu ini sebagai bentuk peninggalan yang masih ada di Masjid Agung Demak.


4. Piring Campa

Piring Campa merupakan sebuah piring yang diberikan oleh Putri dari Campa. Putri dari Campa itu sendiri adalah seorang Ibu dari Raden Patah. Beliau merupakan keturunan dari kerajaan Pasai yang beragama Islam. Nilai keislaman Raden Patah juga diturunkan dari Ibunya ini.

Jumlahnya bisa mencapai 65 buah piring. Piring Campa juga sebagian dipasang di dinding Masjid Agung Demak. Sedangkan sebagian piring campa ini diletakkan di tempat Imam. Keindahan piring Campa akan semakin menambah nilai filosofis Masjid Agung Demak.


5. Pintu Bledek

Bagian dari Masjid Agung Demak yang tidak kalah bernilai filosofis yakni sebuah pintu bledek. Pintu bledek ini yang berarti pintu petir merupakan sebuah pintu yang terbentuk dari petir yang menyambar.

Ki Ageng Selo merupakan seorang pembuat pintu ini. Entah bagaimana kejadiannya bisa terjadi tapi yang jelas beliau membuat pintu ini melalui petir yang menyambar.

Sejak tahun 1466 Pintu Bledek ini sudah digunakan. Saat ini Pintu Bledek yang dulunya menjadi salah satu pintu utama Masjid Agung Demak sudah tidak digunakan lagi.

Pintu ini telah lama digunakan dan juga menjadi berbagai saksi sejarah. Anda bisa melihat pintu bledek ini di dalam Masjid Agung Demak. Pintu Bledek juga menjadi pintu yang bernilai filosofis tinggi dan fungsi yang sangat baik.


Demikianlah penjelasan mengenai Kerajaan Demak : Sejarah, Lokasi, Sistem Pemerintahan, Raja, Kehidupan, Kejayaan, Keruntuhan & Peninggalannya Lengkap. Semoga bermanfaat dan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi para pencari ilmu. Terima Kasih.


Baca Juga Artikel Lainnya :